Ketika Si Mbok ku Dipanggil Tuhan

Redaksi
2 Min Read

By. Sr. M. Arsenia

Ketika bayi, aku digendong, dipangku dibelai-belai.

Ketika kanak-kanak aku dibiarkan belajar berjalan

Ketika masa sekolah aku didewasakan untuk mandiri hingga aku memilih masa depanku.

Hidupku penuh liku akhirnya, entah apa maunya Sang Pemilik Sejatiku.

Aku dibiarkan berjalan mengalir seperti mengalirnya arus air, aku mengalami kerasnya hidup.

Rasaku, aku tidak mau hidup enak-enak berpangku-tangan saja, bekerja keras untuk memperoleh  kebahagiaan hidup.

Liku-liku hidupku, kunikmati hingga sampai suatu waktu aku memasuki bahtera FSGM.

Dalam bahtera FSGM aku diberi kesempatan berlayar dari satu komunitas ke komunitas yang lain sampai pada pelayaran yang lebih jauh di seberang benua.

Aku pun mengalami berbagai pengalaman jatuh bangun. Suka, duka, dan puncak kebahagiaan kuperoleh  dan menjadi orang  yang  bebas.

Hingga pada satu titik aku memperoleh berkat yang sungguh tak terkira.

Satu hari setelah sampai pada komunitas tujuan, pagi pukul 04.30 WIB, Si Mbok terkasihku dipanggil Tuhan Sang Pemilik Hidup. Aku tak percaya, aku juga tak protes kepada Tuhan. Tetapi dadaku sakit, air mataku tak berhenti meleleh larut dalam duka.

Hari itu pasien sudah menunggu, di sela aku melayani, aku termenung menghapus air mata, benar yang dikatakan Yesus, “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” Matius 12:50.

Inilah Si Mbokku yang kulayani, mungkin Si Mbokku sedang melihat aku, saat aku melayani para pasien saat itu. Kehadiranku sudah terwakili oleh kehadiran para suster dari beberapa komunitas, banyak doa yang dipanjatkan dari berbagai tempat untuk  keselamatan jiwa simbokku, aku yakin perjuangannya tak sia-sia selama di dunia, dia berhak menerima hidup bahagia dalam kedamaian abadi.

Syukur dan terimakasih kepada para suster dan romo yang telah memberi hati dan perhatian untuk Si Mbok dan keluarga besarku. Terimakasih untuk persaudaraan ini. Akhirnya kusuarakan hatiku, “Inilah aku, Tuhan, pakailah hidupku sebagai persembahan hidupku.”

 

Share This Article