
Catatan A. Eddy Kristiyanto OFM
Kata-kata Injil ini sangat meneguhkan dan menggugah kita: “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Dia telah mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16)
Tidak Kurang dari Sepuluh
Ada unsur-unsur superlatif yang memukau, meyakinkan, dan berdampak positif dari kutipan di atas (Yoh. 3:16). Bagaimana tidak?
Dalam kutipan tersebut terkuaklah isi dan kandungannya. Contohnya:
“Kasih” hampir selalu berarti memberi, yang mempunyai nilai, yang mempunyai arti dan makna, terutama bagi yang lain.
“Allah” yang peduli, yang terlibat. Ia tidak pernah cuek bebek sebagaimana disuarakan oleh fideisme, bahwanya Allah cuci tangan atas berlangsungnya hidup dunia. Setelah menciptakan dunia Ia dianggap tidak mau tahu pada dunia. Faktanya tidak demikian!
“Dunia” bahkan dipandang sebagai ciptaan yang positif, yang menimbulkan empati dan solidaritas dari pihak Pencipta, yang menjadi penyelenggara.
Selain itu, “mengaruniakan” di sini berarti berkurban. Memberikan sesuatu yang bernilai, yang tidak disimpan untuk diri Allah sendiri, melainkan untuk yang lain, yang bukan-Allah.
“Hidup” hampir pasti bermakna terbatas; tetapi, di sini bersifat kekal, terutama karena bersumber pada dan bersatu dengan Sang Hidup Kekal, yakni Allah sendiri melalui Putera-Nya.
Percaya
Ada satu kosa kata yang belum disinggung. Kata itu adalah “percaya”. Ada sejumlah alasan mengapa kata “percaya” ditempatkan pada urusan terakhir.
Pertama-tama, “percaya” merupakan bagian yang disisakan dan menjadi tugas dan tanggung jawab kita, manusia. “Percaya” itu bagian kita.
Kemudian, “percaya” dalam perjalanan sejarah kekristenan diartikan dengan pelbagai cara dan makna, misalnya:
– “percaya” itu sama dengan menjadi murid-Nya,
– “percaya” itu menjadi saksi dan utusan-Nya,
– “percaya” itu hadir bersama Dia,
– “percaya” itu imitatio Christi (mengikuti jejak Kristus),
– “percaya” itu memanggul salib setiap hari dan mengikut Dia,
– “percaya” itu mencintai yang dicintai-Nya,
– “percaya” itu manunggaling kawula lan Gusti,
– “percaya” itu bersandar dan berserah, tanpa pamrih,
– “percaya” itu tinggal bersama Dia,
– “percaya” itu hening,
– “percaya” itu mencuci kaki sesama,
– “percaya” itu menuruti perintah Allah,
– “percaya” itu melayani,
– “percaya” itu berbelarasa penuh kasih,
– “percaya” itu penuh hormat,
– “percaya” itu berkurban bagi kebaikan sesama, dan lain sebagainya.
“Percaya” inilah bagian kita semua. ****