
Kita dapat menghormati dan menggunakan alat musik dari adat apa pun di seluruh dunia untuk memuliakan Allah. Karena tidak ada alat musik yang dengan sendirinya kudus atau propan. Dia menjadi kudus bila diisi dengan kekudusan. Dan menjadi propan bila diisi dengan kejahatan. Maka musik, gaya, dan lagu daerah apa pun dapat digunakan untuk memuliakan Allah.
Hal itu dikatakan Uskup Tanjungkarang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono dalam homilinya, dalam Pembukaan Perayaan Ekarisi Pertemuan Nasional Komisi Liturgi KWI yang digelar di RR La Verna, Pringsewu, Lampung, 20-23 Agustus 2018.
Konsili Vatikan II, lanjut Uskup Yuwono, Gereja mengakui keluhuran dari setiap daerah tradisi, karena disitu juga ada karya Roh Allah yang terjadi. Lebih jelas lagi Gereja mengatakan, bahwa di situ ada keselamatan. Di mana Roh Kudus bekerja, manusia tertuntun kepada keselamatan.
Uskup Yuwono mengajak agar dalam berliturgi dapat menghadirkan Allah dengan segala kekayaannya. Prinsipnya adalah kerendahan dan ketulusan hati serta iman yang teguh di hadapan Allah. Maka, Allah Yang Maha Baik itu akan menerima puji-pujian yang kita panjatkan kepada-Nya.
Sebelum sidang pertemuan dimulai, Uskup juga mengatakan, “Allah bisa disembah dengan cara, bahasa, dan musik apa pun. Karena Dia bukan dosen liturgi. Yang penting hati kita tulus pasti Allah bahagia dengan pujian kita,” pungkasnya. Pertemuan dibuka dengan membunyikan bel oleh Uskup Harun Yuwono.
Pertemuan yang dihadiri 66 orang ini meliputi: Ketua Komisi Liturgi Keuskupan se-Indonesia, narasumber, staf Komisi Liturgi KWI, dan pemerhati liturgi. Hadir pula Ketua Komisi Liturgi KWI, Mgr. Petrus Boddeng Timang.
Tema yang diusung adalah , ‘Refleksi Atas Musicam Sacram’. Tema ini diangkat karena berkaitan dengan peringatan 50 tahun Instruksi Musicam Sacram. Selain itu, adanya keprihatinan makin maraknya penggunaan nyanyian yang tidak liturgis dalam perayaan liturgi dan belum mendapat nihil obstat dan imprimatur, serta keinginan untuk meningkatkan mutu nyanyian dalam perayaan-perayaan liturgi.
Selama tiga hari para peserta diajak untuk merefleksikan dokumen Musicam Sacram guna meningkatkan pemahaman mengenai nyanyian liturgi dan menata ulang pelaksanaannya dalam perayaan liturgi.
Hadir sebagai narasumber: Anggota Pengurus Komisi Liturgi KWI Petrus R. Somba, dosen liturgi STFT St. Yohanes Pematangsiantar P. Christian S. Lumban Gaol OFMCap, dan Sekretaris PML Yogyakarta Yohanes Wahyudi. Hadir pula Ketua Komisi Liturgi KWI Petrus Boddeng Timang.
Petrus R Somba membahas tentang Nyanyian Liturgi Menurut Musicam Sacram. Menurutnya, nyanyian liturgi selalu ia samakan dengan lagu wajib nasional yang dinyanyikan secara masal atau bersama, dan baru terasa jika dinyanyikan bersama-sama seperti hakikat liturgi sendiri yang berarti perayaan bersama. Sementara nyanyian yang bukan liturgi biasanya memiliki melodi yang mudah diingat dan dinyanyikan.
Christian S. Lumban Gaol OFMCap memaparkan tentang prinsip-prinsip musik liturgi menurut Musicam Sacram. Dalam dokumen musik liturgi, dimungkinkan untuk mengadakan tarian persembahan asalkan sesuai dengan maksud, makna, dan tujuan persembahan dengan memperhatikan durasinya. Komisi Liturgi Keuskupan yang harus menyatakan aspek-aspek kekudusan dalam tarian tersebut. Kalau tidak, tarian dalam liturgi hanya akan menjadi tontonan atau penampilan dan memancing suasana ramai.
Alat Musik dalam Perayaan Liturgi Baru dengan makalah dari P. Karl-Edmund Prier SJ dibawakan oleh Yohanes Wahyudi. Ia mengatakan, tidak ada kriteria alat musik mana yang bisa masuk ke dalam liturgi. “Bukan pada alat musik, tetapi pada pemain musik. Pemain musik harus tahu kapan memainkan iringan, bagaimana memainkannya, dan tahu liturgi. Musik instrumental memiliki tuntutan seni yang bermutu tinggi. Musik harus lebih baik dimainkan saat berada di dalam gereja daripada dimainkan di atas panggung hiburan,” pungkas Wahyudi.
Dalam rapat pleno ini peserta juga berdiskusi per regio (gabungan beberapa propinsi gerejawi) membicarakan kebutuhan dan kerjasama antar keuskupan seregio dan mempunyai harapan kepada para uskup supaya mendukung pertemuan antar Komisi Liturgi Keuskupan seregio untuk saling berbagi dan meneguhkan dalam mengembangkan liturgi;menjawab bersama tantangan dan permasalahan-permasalahan dalam bidang liturgi, dan menyusun kebijakan dan program yang sinergis pada tingkat regio. ***
Fransiska FSGM